HELP DESK : +62 31 841 5222
Graha Kebon Agung 1st Floor C3
Raya Margorejo Indah Kav. 131-132 Surabaya 60238

BERITA


Inspirasi Dari Finlandia, Mulai Dari Kualitas Guru Sampai Tak Perlu ada Ujian

Tanggal 01 April 2015

Bertempat di Ruang Balairung Kantor Telkom Surabaya, Next Edu menggelar acara "Seminar Rahasia Menjadi Guru Terbaik Finlandia" pada tanggal 25 Maret 2015 kemarin. Acara itu dihadiri oleh sekitar 250 peserta yang sebagian besar adalah para praktisi pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, pengurus yayasan, pemilik sekolah, dll. Selama tiga jam, acara berjalan lancar dengan suasana yang terkesan santai, namun tetap memiliki konten yang berbobot dari dua narasumbernya, Munif Chatib dan Alan Schneitz.


Kita semua tahu bahwa sampai saat ini kualitas pendidikan terbaik di dunia masih dipegang oleh negara Finlandia. Next Edu sendiri beberapa waktu yang lalu -- tepatnya pada tanggal 21 Februari -- 6 Maret 2015 -- sempat mengadakan studi banding dalam rangka program Education Exchange ke Finlandia dan beberapa negara lain di Eropa seperti Belanda, Jerman, dan Perancis. Di Finlandia, Next Edu berkunjung ke sebuah sekolah yang bernama Dream School, yang kebetulan direkturnya adalah Alan Schneitz. Waktu itu, Next Edu dan para rombongan mendapatkan banyak inspirasi dari Dream School.


Dan di acara seminar kali ini, Munif Chatib, yang juga menjadi ketua rombongan Next Edu di acara Education Exchange ke Finlandia saat itu, mengawali materi dengan membagikan beberapa pengalaman dan fakta-fakta yang ditemukan selama berkunjung ke Finlandia. Poin-poin penting yang disampaikan Munif Chatib tersebut beberapa diantaranya adalah :


1. Kualitas guru di Finlandia minimal harus berpendidikan S2

2. Biaya pendidikan mulai dari TK sampai jenjang doktoral semuanya gratis

3. Semua sekolah di sana adalah sekolah negeri dan tiap sekolah memiliki kurikulumnya sendiri-sendiri 

4. Tidak ada penilaian kinerja guru, karena semua guru di sana sudah terjamin kualitas dan mutunya.


Munif  juga menunjukkan beberapa foto kondisi dan suasana Dream School  yang sempat diambilnya ketika berada di sana. Foto-foto itu menunjukkan betapa Dream School adalah tempat yang nyaman untuk belajar. Memang jika terlihat dari luar terkesan tidak ada yang istimewa dari Dream School, namun jika kita masuk ke dalamnya kita akan menemukan pemandangan yang menyenangkan seperti ruang kelas yang bersih dan dinamis. Meja untuk siswa di kelas memiliki roda kecil di kakinya, sehingga bisa sangat mudah untuk dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Setiap dinding kelasnya memiliki display yang kreatif dan variatif. Selain itu, Ruang guru juga tak kalah nyaman dan bersihnya dengan ruang kelas. Semuanya tertata sangat rapi dan teratur. Suasana seperti inilah yang menyebabkan setiap warga sekolah selalu nyaman ketika berada di sekolah.


Dalam pemaparannya tersebut, Munif juga sempat membandingkan kondisi Finlandia dengan Indonesia. Menurutnya, mungkin Indonesia masih belum semaju Finlandia, terutama dalam hal pendidikan, namun selama kita semua fokus untuk memberikan perubahan-perubahan kecil di sekolah-sekolah yang kita kelola saat ini, menjadi negara yang kualitas pendidikannya seperti Finlandia bukanlah hal yang mustahil.


Mungkin dunia pendidikan di Indonesia selalu diwarnai dengan persoalan-persoalan makro seperti problem kurikulum, undang-undang, dan kebijakan-kebijakan lainnya. Namun selama para penggiat sekolah fokus saja kepada hal yang mikro-mikro --seperti terus berusaha melejitkan sekolahnya masing-masing-- sesungguhnya hal-hal yang makro itu tdak terlalu menjadi persoalan yang berarti.


Senada dengan yang disampaikan Munif, Alan Schneitz dalam sesinya juga menyebutkan bahwa jika kita ingin melejitkan hal-hal yang mikro tersebut perlu diawali dengan langkah kecil yaitu menjadikan sekolah menjadi rumah ke dua bagi siswa, guru, dan warga sekolah lainnya. Dan semua itu harus dikerjakan dengan hati. Alan pun lalu menceritakan sedikit tentang sekolah yang dikelolanya, Dream School. Ceritanya diawali dengan menunjukkan foto kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode yang kreatif dan guru yang juga tak boleh jaim (jaga image). Dalam foto tersebut, terlihat guru yang memakai pakaian serupa badut seperti yang digunakan oleh siswanya. Selain itu, pembelajaran di kelas juga berlangsung dua arah. Tidak hanya siswa yang belajar kepada guru, tapi berlaku juga sebaliknya, guru pun tidak menutup kemungkinan untuk belajar dari siswanya juga.


Dari semua materi yang disampaikan oleh Alan, bagian tentang pentingnya tes akademik adalah bagian yang paling membuat peserta heboh. Dengan dibantu oleh salah satu trainer Next Edu, Vita Wardana yang bertindak sebagai translator, Alan bertanya memberikan tiga pertanyaan kepada semua peserta seminar. Pertama, "Apakah anak-anak kita menyukai ujian ?" Semua peserta menjawab bersamaan, "Tidaaakkk..." Kemudian Alan melanjutkan pertanyaan ke dua, "Apakah Anda semua suka mengoreksi hasil ujian ?"  dan kembali dijawab, "Tidaaakkkk..." Dan kemudian dilanjutkan pertanyaan ke tiga, "Adakah di sini yang anaknya menyukai pekerjaan rumah (PR) ? Para peserta tak ada yang mengacungkan tangan. Lalu kemudian ada satu ibu-ibu di depan yang mengacungkan tangan sembari malu-malu. Alan memujinya, "Hebat !Kemudian beliau menggodanya, "Ah, saya yakin Ibu pasti berbohong." Semua peserta tertawa.


"Lalu, jika siswa tidak menyukai tes, sebenarnya untuk siapa ujian itu dilakukan?" Kata Alan kembali melanjutkan pertanyaannya." 


"Oleh karena itulah, sekolah di Finlandia tidak ada ujian dan standarisasi hasil belajar. Ujian hanya diberikan ketika siswa menginjak usia 16 tahun." Sambung Alan.


Karena tidak ada tes, sekolah di Finlandia, mulai dari jenjang TK sampai SMA pun, setiap siswa juga secara otomatis naik kelas, tanpa ada satupun yang tinggal kelas. Dan yang terpenting juga,  Allan menekankan bahwa untuk menjadi sekolah berpredikat The Great School, bukan uang yang menjadi faktor utama. Sekolah mahal atau murah sama sekali tak ada hubungannya dengan Great School. Untuk menjadi The Great School hanya ada satu kunci, yaitu upaya untuk mewujudkan proses belajar yang menyenangkan, nyaman, dan tidak membebani. Dan tentu saja, harus disertai juga dengan modal utama, yaitu harus dikerjakan dengan hati. (ANA/NE)


Informasi Berkaitan

» Ayo Jadi Orang Tua Kreatif - Hilangkan Stress

» KETIKA GURU TERKENA VIRUS "DYSTEACHIA", YANG MENJADI KORBAN ADALAH ANAK-ANAK

» DI SD Musashino, Guru Mempunyai 3 Peran Sebagai Guru, Buddy, dan Terapis

» Pekalongan "Menjadi Gurunya Manusia"

» BANYAK PR BISA MENAMBAH STRESS PADA ANAK